Teman. Memang kata tabu untukku. Pun untuknya. Namun, ketika seseorang yang terbiasa menganggap suatu hal tabu kini mulai gemar menggunakannya, tidak aneh bukan kalau hal itu disebut aneh?
Aku mulai menggunakan kata teman, bahkan sahabat untuk memanggilnya. Malu-malu aku ungkapkan betapa bersyukur aku berjumpa dengannya. Sebaliknya. Dia malah tak kurang dari dua-tiga kali menangis karenaku. Kelewat senang, ungkapnya. Entah sudah berapa kali ia menyatakan perasaannya padaku. Senang. Bersyukur. Haru.
Aku juga senang. Bersyukur? Sangat. Haru pun tak jarang datang. Mengapa tidak bisa aku bilang saja padanya tentang hal itu. Ah, tidak perlu kurasa. Tanpa bilang pun, aku tahu dia jelas tahu.
Tetap saja, ada rasa bersalah dan pertanyaan besar pada Tuhan, mengapa Kau biarkan aku dipertemukan dengan sahabat yang sempurna ini? Dia yang bahagianya terlalu sederhana. Karenanya, perlahan bahagia kutemukan dalam kesederhanaan senyumnya.
No comments:
Post a Comment